Minggu, 24 Juli 2016

Kartu BPJS Kesehatan Palsu Beredar di Cimahi

Solid Gold BerjangkaCIMAHI Kepolisian Resor Cimahi menemukan adanya pemalsuan kartu anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Cimahi. Temuan itu berawal dari keluhan Budiyanto, 36 tahun, pemegang kartu BPJS Kesehatan dari RT03/RW08, Kampung Simpang, Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Saat berobat menggunakan kartu tersebut, pihak Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat, Cimahi menyatakan kartu yang dipakainya palsu.
Ketua RT 03, Ade Rahman mengaku heran dengan laporan warganya tersebut. Sebelumya, Ade mengungkapkan, pembuatan kartu BPJS Kesehatan kelas III di wilayahnya dibuat secara kolektif oleh relawan kesehatan desa berinisial BN sekitar delapan bulan lalu. Untuk membuat kartu itu, warga harus membayar Rp100 ribu per orang.
“Tapi saat mau digunakan Budiyanto yang kena meningitis malah disebut tidak terdaftar sebagai peserta BPJS. Pembuatannya kolektif dan juga dapat subsidi dari dompet dhuafa untuk mereka yang dari keluarga tidak mampu,” tutur Ade.
Proses pembuatan kartu secara kolektif itu tidak berlaku untuk semua warga. Orang yang mengaku dapat membantu proses pembuatan kartu itu hanya memberi jatah setiap RW (rukun warga) antara delapan hingga 10 orang. Di Desa Kertajaya sendiri terdapat 23 RW. Ade memperkirakan setidaknya ada 230 orang yang memegang kartu BPJS bodong jika setiap RW mendaftarkan 10 orang secara kolektif. “Bisa jadi ada ratusan yang bodong,” kata Ade.
Terkait temuan itu, Kepala Kepolisian Resor Cimahi Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya akan menelusuri kasus tersebut. “Kita dalami karena kasihan ini masyarakat yang jadi korban. Modusnya juga harus kita selidiki,” ungkap Ary yang sampai saat ini masih menanti adanya laporan korban penipuan terkait kartu BPJS Kesehatan palsu dari masyarakat.
Laporan dari masyarakat itu, sambung Ary, menjadi penting buat penegak hukum untuk mendapatkan keterangan sehingga bisa segera melaksanakan penyelidikan dan penyidikan.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kota Cimahi, Yudha Indrajaya membenarkan adanya temun kartu BPJS bodong tersebut. “Saya dapat laporan juga dari rekan jurnalis dan ketika dicek kartu yang sudah difoto itu ke dalam sistem kami dan nomornya ternyata tidak ada,” kata Yudha.
Selain itu, sambung Yudha, kartu tersebut secara fisik tidak sesuai dengan format kartu resmi yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan. “Jadi memang tidak bisa digunakan. Biasanya ada yang tidak bisa digunakan karena belum bayar iuran, namun temuan kemarin karena tidak masuk dalam master file kami sehingga bisa dikatakan tidak resmi,” tambah Yudha.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Yudha akan menggelar pertemuan dengan Dinas Sosial serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung pada awal pekan ini. Inti dari pertemuan itu untuk membahas pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama yang berasal dari kalangan ekonomi tidak mampu. “Sehingga masyarakat tetap terlindungi,” kata dia.
Agar kasus penipuan ini tidak terjadi kembali, Yudha juga bakal melakukan pertemuan dengan aparat desa di wilayah kerjanya. “Sehingga aparat desa menolak semua modus dari institusi apapun. Mereka akan kami berikan penjelasan prosedur pendaftaran BPJS yang benar agar tidak merugikan masyarakat juga,” tambah Yudha sembari meminta masyarakat melakukan pengecekan soal keanggotaannya melalui laman resmi atau mendatangani kantor cabang BPJS Kesehatan.
Secara terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, BPJS Kesehatan seharusnya melihat temuan kartu palsu ini sebagai instropeksi untuk memperbaiki layanannya. “Apalagi sekarang ada ketentuan dari direksi BPJS Kesehatan, bahwa aktivasi kartu dari setiap masyarakat yang mendaftar baru berlaku setelah 14 hari. Ini merupakan kesulitan buat masyarakat,” tuturnya.
Seharusnya, sambung Timboel, BPJS Kesehatan mempermudah proses pendaftaran bagi masyarakat. Apalagi Undang-Undang nomor 40 tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan setiap orang yang mendaftar berhak menjadi peserta langsung dari layanan yang ada.
Timboel memandang, modus penipuan ini dapat memakan korban karena masyarakat merasa kesulitan mengakses atau mendaftar. Sehingga setiap tawaran yang mempermudah masyarakat dalam rangka mendaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan akan mendapatkan respon positif.
“Mereka juga perlu membuka pendaftaran kartu BPJS Kesehatan di beberapa tempat yang mudah diakses. Karena ini kebutuhan mendasar, maka dijadikan modus oleh beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab,” ujar Timboel.
Selain itu, ada regulasi terkait pendaftaran yang seharusnya direvisi oleh BPJS Kesehatan. Timboel menyoroti kewajiban pendaftaran bagi peserta bukan penerima upah yang harus mengikutsertakan seluruh anggota keluarganya yang tercantum di dalam kartu keluarga.
“Universal Health Coverage itu baru berlaku tahun 2019, menurut kami sekarang ini seharusnya peserta bukan penerima upah yang mendaftar secara individu diterima dulu. Kalau sekarang ikut kelas II dengan premi Rp51 ribu, sementara ada empat anggota keluarga, mereka harus bayar sedikitnya Rp200 ribu per bulan. Ini masih dianggap mempersulit,” tegas Timboel.
Apabila BPJS Kesehatan menyatakan peraturan itu untuk menutupi defisitnya, Timboel menyarankan, agar lembaga tersebut menjaring lebih banyak peserta dari kelompok penerima upah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar